Selasa, 27 November 2012

Kisah Anak Jalanan

Embun pagi seakan menyapa mentari yang akan terbit, hari cerah ini membawaku dalam kedamaian yang begitu hebat, aku begitu yakin bahwa hari ini adalah hari yang cerah. Sepertinya untuk hari ini aku akan melakukan suatu aktifitas yang berguna dan bermanfaat, hari ini kebetulan hari free. Misi pertama dapat! Aku harus keluar rumah dan mencari sesuatu yang bisa aku jadikan cerita dalam karanganku.  Waktunya bersiap-siap untuk misi pertama yang aku buat.
“dera!!!” terdengar suara mama yang memanggilku dari bawah, panggilannya sangat lantang dan sedikit menyeramkan. Ia adalah mamaku yang hebat, seorang wanita karier yang sangat sukses. Walau mama jarang ada dirumah, tapi ia sangat sayang kepada anaknya.  Ia juga seorang ibu yang sangat hebat membagi waktunya, bangga punya seorang bidadari seperti mama.
Tampa berfikir panjang aku langsung menjawab panggilan mama, dan turun kebawah untuk menemui mama. “yap siap bos! Ada apa? Apakah ada kejadian yang bisa saya tangani? Saya siap melayani anda 24 jam,” seruku menjawab panggilan mama tadi, aku senang sekali dengan candaku yang membuat semua orang tersenyum senang.
“haha kau bercanda sayang, tolong kawani bibi kepasar sana,”
“ta..ta..tapi maaa,”
“sudah tidak apa-apa, nanti kamu bisa belajar sama bibi tentang memilih sayuran dan buah yang segar. Sudah siap-siap sana, bibi sudah nunggu diluar,”
Sial! Belum siap untuk berbicara dan memberi penjelasan mama sudah memotong saja, itu salah satu keahlian mama yang tak aku senangi. Dengan berat hati aku menunda misiku untuk hari free ini, misiku diganti dengan “kawani bibi kepasar sana,” yaaaa! Itukan tadi kata mama? Sepertinya aku harus nurut untuk misi dari mama, gerutuku sedikit kesal.
“bik.. tunggu aku ya. Aku ganti baju bentar, gak lama bik bentar doang, udah bik gak usah dijawab. Bentar kok,” canda ku ke bibik yang sedang menunggu didepan garasi.
“iya non,” seru bibik.
“biiiiikk! Jangan di,”
“heeh kamu, pagi-pagi sudah linglung kaya gitu. Bibi itu pasti menjawab pertanyaan kamu,karna bibi itu mendengar. Gak kaya kamu merengnya, sudah sana ganti baju!”
Usainya aku ganti baju dan mencuci muka aku menjawab omelan mama dengan candaanku “iihh mama jangan marah-marah akukan jadi takut huhuhu. Hahaha dada mama aku pergi dulu ya, assalamualaikum” akupun berlari kearah garasi mobil dan segera pergi kepasar bersama bibi.
Sesampainya dipasar, aku malas sekali untuk masuk kedalam pasar yang sangat becek. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu diluar saja, dan yang masuk kepasar untuk belanja adalah bibik. Persetujuanpun deal, bibik mulai masuk kegerbang pasar dan belok kekiri. Ntahlah, ntah kemana bibik ingin pergi. Ternyata setelah aku menunggu cukup lama, akhirnya aku merasakan ada rasa bosan dalam sudut hatiku. Aku memutuskan untuk melangkahkan kaki kedalam pasar, aku melihat disekitar pasar. Suasana disini sangat ramai dan orangnyapun sangat ramah kepada pembeli, saling sapapun tak tertinggal. Para pedagang saling becengkramah satu sama lain. Disini sangat aku lihat kebersamaan yang diindahkan oleh orang-orang pasar, walau hirukpikuk ikut serta dalam suasana pasar. Dan bukan hanya suara manusia saja yang kudengar, tetapi suara hewan juga ada. Seperti ayam, ikan yang ada didalam air dan meloncat-loncat. Aku tersenyum riang meihat suasana pasar yang sangat ribut serta ditemani oleh aspal yang basah sepanjang jalan pasar.
Disudut pasar tepatnya dekat parkiran belakang aku melihat seorang anak kecil yang kira-kira umurnya enam tahun, anak itu sedang memunguti beras yang jatuh diaspal basah itu. Tampa berfikir apa-apa aku langsung berlari menghampiri anak itu.
“hai dik,” sapaku ramah, tak lupa aku pancarkan senyumku agar ia tak merasa takut kepadaku
“hai kak,” akhirnya anak itu membalas sapaanku dengan sangat ramah, walaupun mukanya agak sedikit takut
“jangan takut dik. Aku dera dik, kamu siapa?” sambil menjulurkan tanganku kepadanya
“a..a..aku fikri kak,”
“hmm nama yang bagus, kalau kakak boleh tau sedang apa kamu disini dik? dan kakak lihat kamu sedang memunguti beras yang berjatuhan ini,” tanyaku dengan ramah kepada fikri yang mungkin umurnya berkisar enam tahun
Fikri tak menjawab pertanyaanku, tetapi secara spontan ia lari dan menjatuhkan semua  beras yang ia punguti tadi. Tentu saja aku sangat kaget, tampa berfikir panjang aku langsung mengejar fikri. Sangat lelah yang kurasakan, tapi keinginanku tetap kuat untuk mencari tau siapa fikri. Dan aku tetap mengejarnya. Walau aku sudah berada sangat jauh dari pasar. Pasti bibik akan khawatir mencariku, sudahlah..misiku sudah lain, aku harus fokus dengan fikri bocah yang kira-kira umurnya enam tahun itu.
Pelarian fikripun berhenti disuatu tempat yang sangat banyak anak-anak jalanan. Dalam hatiku bertanya, “tempat apa ini, siapa semua anak yang berada ditempat ini?” Yang lebih aku herankan fikri ternyata tau aku mengikutinya, fikri menoleh kebelakang dan melambaikan tangannya. Seolah itu tanda memanggilku, aku berjalan pelan-pelan menuju puluhan anak jalanan itu, aku melihat disekitar, “ini tempat sungguh tak layak dihuni untuk anak seumuran mereka. Mereka sungguh masih belia untuk tinggal dibawah jembatan ini,” seruku dalam hati. Akupun sampai diperkumpulan anak-anak itu, aku duduk disebelah anak kecil, dan aku menggendongnya dan aku taruh ia dipahaku untuk duduk bersamaku. Aku bertanya kepada fikri dengan nada yang sangat haru, dan rasanya aku tak sanggup melihat keadaan malaikat kecil yang Tuhan berikan terlantar dan terasing seperti ini.
“fik, siapa mereka? Adikmu?”
“mereka semua teman fikri kak, dan yang kakak pangku adalah adik fikri,”
“fik, kamu tidak bercandakan dik? Terus siapa yang menghidupi dan merawat kalian semua?” nada sedupun mulai kuat terasa disuaraku, hatiku tak sanggup menahan godaan airmata yang jatuh, aku langsung memeluk adik yang ada dipangkuanku. Iapun membalas pelukanku, seolah ia nyaman sekali berada didekatku
“kami semua yang mencari makan, kami semua bertahan untuk terus hidup kak. Walau kerasnya detik demi detik yang kami lalui untuk mencari selembar rupiah itu,”
“sungguh? Bagaimana kalian mencari selembar rupiah tampa ada bimbingan orangtua kalian? Kemana orangtua kalian dik?” seruku membentak semua anak yang ada disitu, anak-anak itupun terdiam menatap tangisanku
“kami meminta-minta dilampu merah kak, dijalanan, didalam mikrolet dan bus, dengan alat apa adanya, kami semua adalah anak yang dibuang oleh orangtua kami, dan sebagian besar adalah yatimpiatu termasuk aku dan adikku” fikri berkata sambil mengusapkan airmatanya
“sudahlah fik, usap airmatamu ya dik,” seruku kefikri dengan suara yang disertai tangisan, dan aku langsung berkata kepada mereka semua yang menatapku dengan mata yang berkaca-kaca “adik semua, dengarkan kakak ya. Kakak pasti akan bantu kalian semua, bantu kalian keluar dari suasana yang sangat tak layak seperti ini. Kakak janji dik kakak akan bawa semua teman-teman kakak yang siap membantu kalian beranjak dari suasana ini,”
“tapi kak, kami semua sudah terbiasa dengan suasana seperti ini, walau kami tak punya pendidikan. Tapi kami bisa belajar dari buku bekas yang dibuang warga setempat, kami bisa bertahan hidup, walau keadaan kami tak seperti gedung yang berdiri kokoh, dan suatu saat akan runtuh ditelan zaman,” seorang anak berbicara dengan nada yang sangat haru dan penuh keyakinan dalam benaknya. Serasa aku tak tahan dengan kondisi yang tuhan perlihatkan kepadaku. Aku tak tau harus berbuat apa untuk mereka, mungkin saja tuhan mengirimkanku untuk membantu anak-anak jalanan ini, semoga saja yang kufikirkan benar.
Aku bercengkramah banyak kepada anak-anak jalanan itu, kisah sedihpun usai. Dan dilanjutkan dengan canda dan tawaku yang membuat anak-anak itu tertawa terbahak-bahak, tak lupa mereka menceritakan kehidupan mereka yang alur ceritanya berputar-putar, aku hanya bisa tersenyum dengan apa yang mereka sampaikan kepadaku dan aku sangat senang melihat mereka tersenyum lebar, kedamaian dan rasa saling membutuhkan sangat terasa dibenakku. Terlintas cepat difikiranku bahwa aku akan bertekad mengajar anak-anak ini dengan fasilitas seadanya, aku akan berusaha supaya anak-anak ini dapat mengenal pendidikan yang lebih layak seperti anak-anak yang lain, aku yakin akan pemikiran mereka yang lebih luas tentang dunia yang berjalan sangat tragis ini, walau aku bangunkan tekad ini bersama teman-temanku, tapi aku akan tetap berdiri kokoh untuk mereka. Aku juga akan mengumpulkan baju-baju bekasku dan teman-temanku untuk mereka, dan aku akan menyisihkan uang jajan untuk kuberikan kepanti asuhan agar panti asuhan itu mengasuh anak-anak ini. Dan mereka bisa hidup lebih layak lagi, tidak seperti sekarang yang sangat memprihatinkan.
Tampa sadar ternyata hari sudah mulai larut malam, aku terbawa suasana yang sangat nyaman dengan anak-anak jalanan itu. Ntah mengapa mereka membuatku semakin sadar akan kehidupan didunia ini, mereka menyadarkanku bahwa masih ada yang lebih memprihatinkan daripada apa yang sering tidak aku syukuri. Mereka juga menyadarkan bahwa kehidupan ini butuh perjuangan, dan jangan pernah berharap banyak kepada orang lain. Dan hidup akan terasa lebih sempurna, jika semua yang kita dapat dan kita hasilkan adalah usaha dari apa yang kita kerjakan dengan keringat sendiri. Karna hidup yang lebih bijak adalah hidup yang lebih memegang prinsip sendiri tampa rapuh digoda zaman.
Dalam perjalanan pulang, aku tersenyum sendiri dan berkhayal sejenak “semoga aku bisa menjadi pemerintah dinegeri ini, agar tiada lagi anak-anak jalanan yang terlantar dan tidak dilihat oleh kaum-kaum atas. Dan aku akan melaksanakan pasal yang telah dibuat pemerintah tetapi tidak sama sekali dijalankan,” semoga tuhan mendengar apa yang aku ucapkan, amin. Akhirnya aku sampai dirumah, sangat terasa cepat hari ini berlalu. Besok aku harus kembali lagi kesekolah, dan beraktifitas seperti biasa, karna libur telah usai. Aku harus semangat, yeah!
“assallamu’alaikum” aku mengetok pintu rumah, tapi tak ada satu orangpun yang menjawab salamku. Aku langsung duduk dikursi teras dan berfikir sejenak tentang anak-anak kecil tadi. Aku tersenyum sendiri, aku berharap doaku tadi menjadi kenyataan.
Tak lama kemudian, suara mobilpun datang, ternyata mobil papa yang datang. Mama langsung keluar dari mobil dan berkata..
“dera, kemana saja kamu nak? Kami semua khawatir, kami semua mencarimu kemana-mana. Kemana kamu nak,?” mama berkata dengan wajah yang sangat cemas.
Aku tak akan bilang kalau aku dari bawah jembatan itu, kalau mama dan papa tahu pasti mereka tak akan membolehkanku untuk bertemu mereka lagi, aku harus berbohong, ini tekadku dan aku akan terima resikonya. “a..a..aku dari.. nonton konser ma. Iya nonton konser ma, dekat depan pasar tadi aku naik taxi terus kepusat perbelanjaan ma, katanya disitu ada band dari luar negeri ma. Yaudah akukan pengen nonton juga ma” dengan nafas satu-satu aku terpaksa berbohong kepada mama, semoga tuhan tidak membalas kebohonganku ini. Untung saja mama mempercayai kata-kataku. Sesampai dirumah aku langsung masuk kekamar, langsung mandi, sholat dan berdoa kepada yang kuasa, dan selanjutnya aku langsung istirahat untuk aktifitas esok pagi, selamat tinggal hari ini. Selamat datang hari esok, semoga esok lebih indah.
Keesokkan harinya..
‘kring kring kring’ jam alarmku berbunyi, seakan mengusik tidurku yang nyenyak, akhirnya dengan terpaksa aku terbangun dan mematikan jam alarmku, aku melihat jam sudah menunjukkan 06.00 hari ini aku tepat sekali bangun, kuucapkan salam pada embun pagi, pada burung yang berkicau merdu, pada ayam yang berkokok, dan nanti pada matahari yang akan tiba. Tak lupa aku melaksanakan kewajibankku, aku berdoa kepada yang maha kuasa agar hari ini aku dilancarkan dalam segala aktifitasku. Amin amin yarobbalallamin.
Aku segera bersiap-siap untuk pergi kesekolah dan bercerita tentang hari kemarin kepada teman-temanku, yang sangat senang sekali berpartisipasi dalam kemajuan serta keadaan negerinya. Aku segera turun kebawah untuk sarapan dan pamitan kepada orangtua.
“hei ma,” sapa pagiku kepada mama yang terlihat sangat terhormat menggunakan pakaian dinas warna hijau
“hei dera, ayo sini sarapan dulu,” seru mama, seolah itu balasan untuk sapaan ku tadi
Tak lama kemudian papa datang dari atas dengan mengenakan jas hitam dan dasinya yang warnanya blaster, sepertinya aku tak berdosa bila bercanda pagi hari ini. “jas hitam oke, dasi oke, tapi gak oke kalau gak ada selembar warna merah untukku. Betulkan ma?” seruku menyindir papa agar menambahi uang jajanku
“baju putih? Goodlah, rok abu-abu oke juga. Tapi kalau selembar merah dikasih setiap hari tidak enak didengar sepertinya,” balas papa sambil menuju meja makan, dan duduk dikursinya yang telah disediakan
“hahaha pagi ini hanya bercandakan pa? besok pasti tidak lagikan hehe. Ohiya dera pergi kesekolah dulu ya, assallamualaikum mama, papa juga,”
“wa’allaikumsalam,” balas mama dan papa kepadaku
Dalam  perjalanan menuju sekolah aku teringat anak-anak itu lagi, pasti mereka tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Mereka pasti sedang siap-siap untuk meminta-minta dilampu merah, ngamen dipinggiran trotoar, dan bahkan menjual Koran. Sepertinya setelah pulang sekolah nanti aku akan ketempat mereka lagi, untuk memenuhi perjanjianku semalam. Tapi aku tak sendiri, aku bersama teman-teman seperjuanganku. Mereka pasti akan sangat senang bila mereka aku ajak kesana. Dan akhirnya setelah lama dijalanan aku sampai tepat didepan gerbang sekolah, dan kalian tahu kisah apa yang ada disekolahku? Sekolahku sangat hebat, siswanya sangat aktif dan kreatif, punya jiwa saing yang tinggi, pengetahuan yang luas, cara sopan santun yang benar, dan kami tidak dibenarkan untuk bersikap sombong. Jadi didalam sekolah kami, peraturan tetap mejadi pedoman para siswa yang menuntut ilmu disekolah itu. Jika melanggar peraturan yang ada, jangan coba-coba menghindar, karna sekolah kami sudah menyiapkan sanksi yang setimpal dengan peraturan-peraturan yang ada.
Hari ini adalah hari senin, kegiatan rutin akan dilakukan. Yaitu ‘UPACARA BENDERA’ kebetulan aku menjadi pengibar bendera pada hari senin ini, rasa guguppun  tak kutinggalkan. Dan rasa banggapun takkan pernah kulepaskan dari jiwa kebangsaanku. Setelah kegiatan rutin hari senin usai, aku langsung bersalaman kepada guru-guru yang ada dimeja piket, dan tahu apa yang mereka ucapkan “penampilan kalian hari senin ini sangat memuaskan. Pertahankan dan terus sukses!” bangga sekali mendapat pujian yang akan menjadi motivasi dalam hidupku dan yang lain. Sepertinya aku harus kekelas. Sesampai dikelas aku langsung memanggil teman-teman suksesku, aku ajak mereka keruang aula. Kebetulan hari ini guru-guru ada rapat untuk persiapan Ujian Nasional. Tampa berfikir panjang kami semua langsung keruangan aula sekolah. Untuk tidak memperpanjang waktu, aku langsung memulai rapat dan bermusyawarah kepada mereka semua.
“assalamualaikum teman-teman,”
“wa’allaikumsalam,”
“baiklah, sebelumnya saya minta maaf karna saya mengganggu jam istirahat kalian semua. Kita semua sama-sama letih dalam melaksanakan upacara pada hari senin tadi, jadi untuk tidak memperpanjang waktu saya minta tolong kepada teman-teman untuk mendengarkan sedikit kisah nyata dari saya. Dan nanti kita musyawarahkan sama-sama untuk kesimpulannya,”
Akupun mulai bercerita, ketika aku bercerita aku melihat air yang tergenang disetiap mata teman-temanku, bahkan airmata mengalir disetiap pendengar yang menyimak ceritaku. Mereka tak tahan bila mereka harus menahan airmata, mereka, semua menangis tersedu-sedu. Setelah usai aku bercerita, kami diam sejenak dan memulai musyawarah. Didalam musyawarah kami sepakat untuk membantu semua anak jalanan yang berada dibawah kolong jembatan sana, kami akan memberikan mereka tempat yang layak yaitu ‘PANTI ASUHAN’. Musyawarahpun selesai, dan semua sepakat, pulang sekolah nanti kami akan sama-sama pergi ketempat yang aku singgahi kemarin. Dan tiba-tiba lonceng untuk memulai pelajaranpun berbunyi, dan ternyata guru-gurupun sudah siap rapat. Kami mulai memasuki kelas masing-masing dan memulai pelajaran.
Waktu tepat menunjukan pada pukul 14.00 dan lonceng pulangpun berbunyi. Semua murid langsung pulang dengan tertib dan tak lupa untuk bersalaman kepada guru yang masuk pada jam terakhir. Aku dan teman-teman yang lain segera manuju parkiran sekolah untuk melaksanakan apa yang kami musyawarhkan tadi. Terlebih dahulu kami mengumpulkan uang untuk membeli buku pelajaran yang akan menjadi bekal kami dalam mengajar anak-anak jalanan itu pada hari ini. Dan uangpun terkumpulkan, kami langsung ketoko buku dan setelah itu langsung menuju ketempat anak-anak itu berada.
Setelah sampai disana alhasil yang kami temukan, anak-anak itu nyaris sudah tak ada lagi, sepertinya tempat ini terjadi penggusuran. Kejam sekali orang yang melakukan semua ini, mana rasa prikemanusian mereka. Percuma mereka punya pedoman pancasila. Ditempat itu aku menangis dan menjerit “ini salahku, aku terlambat menolong mereka. Aku terlambat!!! Aaaaaa,” jeritanku ternyata membawa hasil, secar tiba-tiba fikri dan adiknya datang menghampiri kami semua. Ia mengajak kami ketempat barunya, ia menceritakan semua yang terjadi pada pagi hari tadi. Ternyata mereka memang benar-benar digusur secara tidak hormat, aku yang mendengarnya sangat terasa sakit sekali dihati. Tapi sudahlah yang berlalu biarlah menjadi debu yang berterbangan, yang penting mereka selamat dari penggusuran itu.
Ditempat baru mereka, aku dan teman-teman lain segera mengajar mereka. Waktu terus berjalan, kami semua melihat sangat penuh keriangan diwajah mereka, canda dan tawa hadir tampa diundang. Kenikmatan kami rasakan sama-sama disana, susah maupun senang kami akan lewati demi kemajuan mereka. Karna aku, teman-temanku, dan anak-anak jalanan ini adalah penerus bangsa yang akan datang. Aku percaya akan apa yang aku katakan, selagi bisa kenapa kita harus menyerah.
Akhirnya setelah aku mengajar mereka. Kamipun sama-sama untuk beristirahat,  dalam suasana itu aku dan teman-teman bermusyawarah kepada mereka. Bahwa mereka akan kami berikan kepada panti asuhan, dan masukan-masukan lainnya yang membuat mereka percaya bahwa kami adalah penolong mereka yang nyata.
haripun berlalu seiring berjalannya waktu, kami semua segera pulang. Tetapi aku tinggal sejenak bersama mereka, untuk merasakan kedamaian yang kedua kalinya.
“kak, tidak menyusul teman-teman kakak?” Tanya seorang anak lelaki
“tidak dik, kakak mau berdiam diri sebentar disini bersama kalian. Ohiya kakak bawakan makanan buat kalian semua. Ini,”
“waaaaah banyak sekali kak,” seru mereka dengan nada yang begitu polos nan lugu. Sungguh sepertinya mereka tidak tahu apa-apa, raut wajah mereka yang tak berdosa itu rasanya sangat tak pantas dibalas dengan keadaan yang kleam seperti ini, beruntung aku dipertemukan kepada mereka. Sambil menikmati makanan yang aku bawa, kami bertukar fikiran, memperluas pengetahuan, dan yang tak pernah absen adalah canda dan tawa kami semua. Karna keasikan bersama mereka, aku tak sadar bahwa hari sudah malam. Aku segera berpamitan untuk pulang kerumah. Sesampainya aku dirumah..
“dera!” suara lantang terdengar
“seperti suara papa,” seruku dengan nada yang sangat pelan
“iya dera ini papa, darimana saja kamu sampai larut malam baru pulang. Pak dadang tadi kesekolah menjeputmu, dan alhasil katanya kamu sudah pulang sejak tadi. Kemana saja kamu,” bentak papa
“dari rumah reni pa, ngerjain tugas,” jawabku gugup dan sangat singkat, aku sangat takut dan segera lari kekamar, setelah sampai dikamar aku tak mendengar suara papa lagi. Untung saja papa hanya marah sebentar. Dan lagi lagi aku harus berbohong kepada kedua orangtuaku.
Setelah aku bersiap-siap untuk tidur, aku sangat haus dan segera kedapur untuk mengambil minuman. Setelah itu aku duduk sejenak diruang tv, aku melihat sebuah map bewarna kuning. Karna rasa penasaran aku membuka isi map itu. Ternyata isinya adalah proyek pembangunan gedung dibelakang jembatan, aku tak bisa berkata apa-apa itukan tempat tinggal anak-anak jalanan yang tak berdosa. Ternyata penggusuran tadi adalah proyek punya orangtuaku sendiri. Aku tak kuat menahan airmata ini, rasanya ingin kurobek map yang aku pegang ini, aku langsung lari kekamar dan segera tidur dalam tangisanku. Malam inipun larut dan berakhir dengan kesedihanku.
Keesokkan harinya..
Pagi haripun tiba, aku turun kebawah dengan muka sinis yang kupancarkan kepada kedua orangtuaku, mungkin dalam benak mereka bertanya-tanya mengapa aku seperti ini. Akhirnya tak tertahankan lagi merekapun mulai bertanya kepadaku. “nak, kenapa kamu pagi ini?” seru papa sedikit cemas kepadaku, mungkin papa merasa bersalah atas kejadian tadi malam.
“batalkan proyek itu!” bentakku kepapa, dan langsung beranjak lari kegarasi
“hey apa maksudmu nak?!” seru papa sedikit agak membentak
Aku bahkan tak menghiraukan bentakan papa tadi, seolah aku sudah punya peggangan kuat untuk membatalkan proyek itu. Diperjalanan menuju sekolah aku menangis sepanjang jalan, fikiranku terhenti sejenak. Aku menyuruh pak dadang untuk membelokkan mobil kearah jembatan, hari ini tekadku sangat bulat. Jika ada yang datang untuk membangun proyek dan menggusur orang tunawisma disini, aku janji aku yang akan turun tangan. Sesampainya ditempat itu..
“non tidak kesekolah,” seru pak dadang
“tidak! Nanti kalau papa dan mama nanya bilang aja bapak gak tau!” seruku membentak pak dadang yang tak berdosa dan tak tau apa-apa.
Pak dadang langsung memutarkan mobilnya untuk pulang kerumah. Semua temanku, papa, mama, meneleponku. Tapi sama sekali tak aku hiraukan. Aku sekarang sedikit nyaman berada dibawah pohon belakang tempat tinggal anak-anak jalanan itu. Aku mengintip mereka yang sedang tertawa riang, aku tak bisa berfikir jika kebahagian mereka direngut oleh orangtuaku sendiri. Aku harus berkata apa jika mereka semua tau bahwa yang menggusur mereka adalah orangtuaku. Aku menangis dan terus menggerutu. Tiba-tiba handphoneku berdering lagi, ternyata papa. Kali ini akan kucoba angkat telfonnya.
“batalkan pa batalkan,” seruku sambil menangis kepapa lewat telfon
“apa yang harus papa batalkan nak, apa?!”
“proyek papa!!!!”
Papa tak menjawab telfonku lagi, bahkan papa mematikannya. Aku seolah punya rasa cemas, apa yang sedang papa lakukan. “Apakah proyek itu benar terjadi???”Aku terus menangis dibawah pohon rindang itu, telfonku bordering lagi.. dan ternyata papa lagi.
“kedepan!”
“maksud papa?!” dengan nada heran dan bingung yang aku rasakan saat papa bilang ‘kedepan’ dan tampa hitungan detikpun komunikasi kami mati lagi, dan yang ada hanya suara “tiiit..tiit..tiit”
Fikiranku melayang dipanorama otakku, aku seakan terombang-ambing dengan suasana yang sangat mencekam ini. Aku tak akan mungkin mundur, aku harus bertanggung jawab dengan apa yang aku katakan kepada anak-anak jalanan itu dan kepada teman-temanku. Aku tak mau dibilang simulut manis dengan sejuta khayalan, kata-kata itu sangat menyakitkan jika terlintas dimulut mereka. Aku tak boleh membayangkan itu terjadi. Aku mulai tegak dan mengusap airmataku, aku berjalan sangat pelan menuju kedepan gubuk anak-anak jalanan itu. Aku tak langsung memperlihatkan semua badanku, tetapi aku mengintip sejenak. Dan ternyata papa benar-benar menjalankan proyek itu, dengan sigap aku berlari diselingi nafas yang terengah-engah.
“BERHENTI,” seruku lantang kepada mereka semua yang berada diproyek itu
“hey nak,” sapa papa dan segera menghampiriku
Aku membalas sapaan papa tadi dengan penuh amarah dan emosi yang tinggi, sepertinya aku tidak bisa lagi untuk mengendalikan emosiku. Aku sudah tak bisa menahan rasa amarah yang bergumpal seperti genggaman tanganku.
“hentikan proyek ini, aku tak akan membiarkan kalian semua termasuk papa menghancurkan apa yang tidak sepenuhnya kalian lihat. Coba sejenak luangkan waktu kalian untuk melihat kaum tunawisma yang sangat membutuhkan bantuan tangan dari kita, begitu tega kalian melihat mereka menjatuhkan airmatanya karna ulah kalian yang sangat tak mempunyai moral. Apa kalian bangga dengan apa yang kalian perbuat, tuhan menciptakan kita untuk saling membutuhkan dan saling membantu satu sama lainnya, kita semua adalah mahluk social, mahluk yang saling bergantung kepada oranglain, kerja kita bukan malah merusak kehidupan oranglain” amarahku semakin menjadi-jadi dengan mata yang berkaca-kaca.
 Tiba-tiba mama, teman-temanku, kaum tunawisma, dan anak jalanan itu datang dengan senyuman yang lebar dan memandangku dengan tatapan yang sangat penuh makna dan arti yang tak dapat aku artikan. Tiba-tiba secara spontan mereka langsung bertepuk tangan, dan dari arah belakangku datang fikri dan adiknya membawa sebuah kue tart yang tertulis namaku, dan diatasnya dihiasi lilin dengan nomor ‘16’. Dengan hadirnya fikri dan adiknya itu semua langsung menyanyikan lagu selamat ulangtahun dan secara perlahan-lahan mendekatiku. Kalian tau apa responku atas semua ini? Aku menangis terus menangis dan menangis, bibirku sangat kaku dan sama sekali tak bisa mengungkapkan apa-apa. Ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke ’16 tahun’ aku tak menyangka mereka semua ingat atas hari lahirku. Aku sendiri bahkan lupa bahwa tanggal ini adalah tanggal dimana aku dilahirkan diatas bumi ini. Aku langsung berlari kearah mama yang tak jauh berada didekatku, aku langsung memeluk mama erat, semua orang yang berada disana termasuk papa tersenyum melihat aku memeluk mama dengan arimata yang berjatuhan.
Tiba-tiba dari arah kanan aku melihat seorang anak membawa sebuah papan besar yang ditutupi dengan kain, secara spontan aku langsung melepaskan pelukanku. Dalam hatiku bertanya-tanya “apa itu, apa yang dibawa anak itu?” aku ingin bertanya kepada yang lain, tapi rasanya mulutku terlalu kaku untuk berkata. Akhirnya aku menunggu anak itu datang ketempat kami semua, setelah ia sampai ketempat kami. Aku melihat anak itu menangis, secara spontan aku langsung berkata “kenapa kamu menangis dik?” aku berkata sambil melihat semua orang yang memandangku.
“kak..tempat ini,” anak itu menjawab dengan airmata yang berjatuhan ketanah. Rasa penasaran semakin menghantui fikiranku. Aku tak sabar dengan isi papan yang ia bawa itu, akhirnya aku mulai bertanya lagi.
“kenapa dengan tempat ini,” bentakku kepadanya
Ia tak menjawab pertanyaanku, bahkan ia memberiku papan yang ia pegang tadi. Tentu aku langsung mengambil papan yang ia pegang tadi dengan sigap, karna penasaranku yang hebat aku langsung membuka kain yang menutupi papan itu, dan dipapan itu tertulis “TEMPAT INI AKAN DIBANGUN SEBUAH PANTI ASUHAN DAN RUMAH SUSUN UNTUK MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU” ini adalah suatu kejutan terhebat yang pernah aku terima, setelah aku membaca tulisan itu dengan keras, semua orang langsung bertepuk tangan lagi dan tersenyum melihat tangisanku yang berakhir bahagia. Aku langsung berlari kearah papa dan mengucapkan banyak terimakasih atas pembatalan proyeknya, ternyata apa yang akan dibangun nanti adalah hadiah ulang tahunku, aku sangat senang dengan apa yang mereka berikan kepadaku. Dan rasa syukur kepada yang maha esapun tak lupa aku panjatkan, tangisanku seolah berhenti ketika aku melihat senyuman mereka yang disertai dengan rasa bahagia. Mereka patut menerima ini semua, karna mereka semua adalah saudara-saudaraku yang tuhan kirimkan. Sebelum aku meninggalkan tempat yang sangat berarti itu aku berhenti dan berkata..
“aku tahu dalam benak kalian tercipta rasa ingin bahagia, dan sekarang kebahagian yang kalian idam-idamkan berada tepat didepan kalian. Hidup ini akan berakhir indah jika kita semua ikhlas dan tulus menjalaninya, tuhan tak akan berikan cobaan yang membuat umatnya selalu terus mengeluh, tapi tuhan memberi cobaan kepada umatnya agar umatnya terus berusaha, dan tetap sabar menunggu akhir yang bahagia. Sekarang kalian bisa hidup bersama-sama dalam kedamaian dan ketentraman yang abadi, buatlah nafas kalian menjadi begitu bermakna. Jangan sia-siakan waktu indah ini hanya untuk hal yang pantas, bangunlah rasa kebersamaan yang kalian harapkan rasa itu tak akan pernah tumbang. Yakin dan saling percayalah atas karunia yang selalu tuhan kirimkan. Cerita kalian berakhir dihari ini, hari yang sangat special, tutuplah buku lama kalian dan jadikan itu semua sebagai pengalaman dan motivasi hidup. Semoga dengan apa yang tuhan berikan melalui hambanya ini, akan sangat bermaanfaat bagi kehidupan kalian. Aku akan selalu berada tepat ditengah orang yang selalu membutuhkan dan tak pernah mengeluh, tepat seperti kalian. Jalani hidup ini dengan sejuta makna dan peganglah prinsip yang selalu orang katakan ‘hidup ini seperti roda, kadang dibawah, dan kadang juga diatas’ jadi janganlah pernah sombong dengan apa yang kita dapatkan sekarang. Mengertilah dalam-dalam kata itu, dan carilah arti hidup sesungguhnya” kata-kata terakhirku membuat semua orang yang berada ditempat itu menangis dan berlari untuk memelukku. Aku seolah mengeluarkan airmata yang bahagia dan membalas pelukan mereka, dan akhirnya semua berakhir bahagia pada hari ini. Kemerlap senyum yang mereka pancarkan dari wajah mereka adalah penutupan akhir pada hari ini. Cerita untuk karangankupun usai aku dapat, aku berharap tuhan selalu melindungi orang yang aku sayangi disetiap detik.
“hidup memanglah tak mudah untuk kita pahami, tapi hidup akan sangat mudah jika kita memahami makna dari kata ‘HIDUP’,”









………The end……..